Selubung Jebakan K-Pop Lambat Laun Meremas Fans yang Memiliki Penghasilan di Bawah UMR

Yazid, 1 Juli 2025

Selubung Jebakan K-Pop Lambat Laun Meremas Fans yang Memiliki Penghasilan di Bawah UMRLifestyle
Banner Ads

GAMEFINITY, Jakarta – Hentakan musik dengan beat cepat dipadukan dengan visual artis yang menawan membuat musik Korean Pop (K-Pop) menjadi sangat digandrungi di Indonesia. Gimmick yang dibawakan para artis K-Pop di atas panggung ataupun di belakang panggung membuat orang selalu ingin tahu, seolah-olah ketinggalan beritanya adalah hal yang buruk. Penelitian yang dilakukan oleh ScoopWhoop.com tentang negara dengan wanita tercantik di seluruh dunia menempatkan Korea Selatan di peringkat 3 dari 17 negara yang dianggap memiliki perempuan tercantik.

Kecantikan atau ketampanan yang ditampilkan dalam industri K-Pop menjadi standar baru. Tampilan visualisasi ini menjadi titik awal yang membuat orang mulai menikmati tindak-tanduknya di atas dan di belakang panggung. Hubungan visual artis K-Pop dengan fans memiliki dampak yang besar. Dalam budaya K-Pop dikenal sebuah istilah face of the group atau wajah grup. Anggota yang ditunjuk akan mewakili grup dalam berbagai kegiatan.

Di Indonesia sendiri pertumbuhan K-Pop sudah dimulai hampir 2 dekade yang lalu atau pada generasi kedua grup K-Pop. Generasi kedua dimulai sejak tahun 2003 hingga tahun 2012. Pada tahun-tahun itu beberapa grup K-Pop yang muncul adalah Super Junior, Big Bang, SNSD, dan beberapa grup K-Pop lainnya sudah menyemarakkan jagat hiburan di Indonesia. Konser pertama di Indonesia baru ada pada tahun 2005 dengan grup Rain. Setelah itu konser baru kembali ada pada tahun 2011 dengan grup 2PM dan 2012 dengan grup Super Junior (Suju). Konser terbaru setelah pandemi Covid-19 bahkan dikuasai oleh konser NCT dan Blackpink.

Pertumbuhan K-Pop di Indonesia disebut juga sebagai fenomena Korean Wave (Gelombang Korea) atau Hallyu. Fenomena ini mulai muncul sejak kepemimpinan Presiden Kim Dae Jung (1998–2003) yang mengusung Creation of a New Korean. Sayangnya di Indonesia, Hallyu bukan saja membawa sisi yang positif tetapi juga sisi negatif. Salah satu yang paling disorot adalah membuang waktu dan uang untuk hal yang sia-sia (Lisa Anggraini Putri, 2020).

Dalam jajak pendapat yang dilakukan Katadata Insight Center (KIC) pada tahun 2022, 45,9% pecinta hiburan Korea Selatan di Indonesia mudah teringat idolnya ketika melihat produk perawatan atau make-up tertentu. Tentu saja barang yang dibeli termasuk photocard dan aksesori terkait dengan idol K-Pop. Lalu, bagaimana masalah itu menjadi jebakan terselubung yang terjadi di kalangan fans?

Baca juga: 

Terjebak dalam Dunia K-Pop

Fans K-Pop dalam Concert Blackpink

Keterjebakan itu dimulai dari rasa kagum dan keinginan untuk terus mengetahui kehidupan sang idol. Biasanya setiap orang minimal memiliki 1 bias (sebutan anggota yang disukai) dalam idol grup tersebut. Bahkan sebagian fans K-Pop memiliki bias pada setiap grup K-Pop lainnya. Semakin banyak bias, maka semakin banyak pengeluaran yang dikeluarkan oleh seseorang.

Dengan demografi fans K-Pop yang berusia dari 14–49 tahun, maka hampir 75% fans adalah usia produktif. Harusnya hal itu tidak mengkhawatirkan karena artinya mereka memiliki daya beli terhadap merchandise grup K-Pop kesukaannya. Namun, sayangnya tidak semua orang memiliki pekerjaan yang cukup layak untuk menjamin daya beli tersebut. Terkadang, apa yang terjadi justru seperti memaksakan dengan melakukan pemangkasan kebutuhan hidup mereka. Tim Gamefinity mewawancarai dua orang yang mengalami hal itu.

Vinny dan Nathania, keduanya adalah K-Popers sejak zaman mereka masih bersekolah. Hingga saat ini keduanya masih menggandrungi grup idol-nya, padahal penghasilan keduanya tidak menyentuh UMR (Upah Minimum Regional). Dalam penentuan UMR, salah satu indikatornya adalah Kebutuhan Hidup Layak – mencerminkan kebutuhan dasar pekerja dan keluarganya, seperti makanan, pakaian, perumahan, pendidikan, dan kesehatan. Artinya, seorang pekerja dikatakan hidup layak saat digaji sesuai UMR.

Upah minimum di kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) berkisar 4,8 juta hingga 5 juta rupiah berdasarkan data UMP (Upah Minimum Provinsi) tahun 2024. Sayangnya, kedua K-Popers tersebut memiliki penghasilan di bawah standar yang telah ditetapkan. Nat yang memiliki nama lengkap Nathania bahkan diketahui berpenghasilan setengah dari UMR.

Keduanya menyadari pendapatannya belum mencapai standar minimum, tapi bukan berarti mereka menyerah. Keduanya mencari cara untuk tetap bisa mendukung grup K-Pop yang disukainya, mulai dari menabung dan mencari tambahan uang “receh”.

Pengeluaran harian keduanya hanya dikeluarkan untuk bensin motor. Sedangkan untuk makan dan tempat tinggal, keduanya masih tinggal dengan orang tua dan terkadang membawa bekal dari rumah untuk makan siang.

Habiskan Jutaan Rupiah untuk K-Pop

Merchandise K-Pop

Hobi terhadap dunia K-Pop bukan hobi yang murah. Gambaran itu tercermin dari cerita Vinny dan Nat. Keduanya bahkan bisa menghabiskan rata-rata minimal dalam setahun 6 hingga 7 juta rupiah. Menurut mereka, itu pun sudah dilakukan dengan memilah-milah merchandise yang harus dimiliki dan konser yang akan didatangi.

Vinny yang memiliki gaji 3,8 juta rupiah dalam sebulan dapat menghabiskan 6 hingga 7 juta rupiah untuk menonton konser K-Pop yang menjadi idolanya. Pengeluaran itu belum termasuk pembelian merchandise dan album yang biasanya hingga 2 juta rupiah.

Hampir serupa dengan Vinny, Nat yang memiliki penghasilan 2,4 juta rupiah per bulan dapat mengeluarkan 3 sampai 4 juta rupiah untuk tiket konser. Pembelian baju dan merchandise untuk konser biasanya dipersiapkan sekitar 1 juta rupiah. Dirinya mengaku menghitung pengeluarannya untuk K-Pop pada tahun 2024 berkisar 5 juta rupiah.

Merchandise yang paling sering dibeli oleh keduanya adalah kartu yang berisi gambar bias atau anggota K-Pop tertentu. Harga photocard yang bukan official mulai dari lima ribu hingga ratusan ribu, tergantung event dan sifat kelangkaan photocard tersebut. Biasanya photocard yang diburu adalah photocard official yang berasal dari agensi group K-Pop tersebut. Harganya berkisar dari 20 ribu rupiah hingga jutaan rupiah.

“Paling 15 sampai 20 photocard,” jelas Vinny.

Nat memiliki sedikit perbedaan untuk pembelian photocard, dirinya tidak menargetkan berapa banyak tapi punya hitungan persis uang yang harus keluar. “Batasnya 400 ribu sih buat photocard.”

Baca juga: 

Perasaan yang Dirasakan K-Popers

Alternate Universe (AU) K-Pop

Photocard (PC) yang dibeli oleh para penggemar memiliki acaranya tersendiri yang disebut Photocard Date (Poca Date). Acara ini dibuat oleh para penggemar K-Pop untuk bertemu dengan sesama penggemar K-Pop. Biasanya PC akan didesain seunik atau seindah mungkin untuk dipamerkan.

Nat pernah mengikuti acara seperti itu. “Nanti akhir dating, kita akan foto bareng sama photocard juga,” tutup Nat.

Vinny memperlakukan photocard sebagai suatu kesenangan saja. Dirinya akan mengumpulkannya dalam sebuah album foto. Ia tertarik dengan photocard karena menurutnya sangat lucu dan menggemaskan.

Buat keduanya, membeli album, photocard, merchandise, hingga menonton konser adalah bentuk dukungan untuk sang idol. Dengan melakukan itu mereka berdua merasa sangat dekat dengan idola yang mereka dukung.

“Kalau suka K-Pop tuh kayak nyemangatin mereka (K-Popers), kayak bisa bikin mereka mood-nya balik, gitu-gitu loh. Jadi ya sama aja sih, kayak menghibur… gimana ya bahasanya… menghibur diri aja gitu,” ujar Nat.

Rasa kedekatan penggemar dengan sang idol banyak bergerak masuk ke dalam angan-angan atau dunia keinginan setiap penggemar. Tidak jarang bahkan dunia angan-angan itu dituliskan dalam sebuah cerita yang mempertemukan satu idol dengan idol lainnya dengan jalan cerita yang sudah dikonsepkan. Bisa dikatakan apa yang ditulis adalah dunia fiksi dengan karakter asli yang merupakan idola mereka. Cerita seperti ini biasanya dikenal dengan sebutan Alternate Universe (AU).

Istilah untuk akun yang menulis itu di media sosial biasanya disebut Real Person Shipper (RPS). Sebutan ini diperuntukkan bagi seseorang yang memiliki akun untuk mendukung dua atau lebih idola di dunia nyata untuk berhubungan secara romantis.

Fenomena Psikologis yang Muncul dari Memuja Idol K-Pop

Mengagumi bahkan hingga pada fase memuja idol merupakan sesuatu yang wajar dan normal. Dalam batas-batas tertentu, seseorang dapat menjadikan siapa pun sebagai sosok idolanya dan itu merupakan sebuah fase dalam kehidupan. Asta Dewanti, Psikolog pada Layanan Kesehatan Mental Ada DiKamu, menjelaskan tentang konsep idola yang perlu dimiliki semua orang. Karena ini akan berkaitan dengan apa yang menjadi pegangan seseorang dalam melakukan sesuatu.

Konsep idola tidak harus selalu orang-orang yang sering muncul di televisi atau artis seperti idol K-Pop. Bisa saja yang diidolakan adalah orang-orang terdekat yang membuatnya kagum. Hal ini akan menginspirasi seseorang dalam bertindak. Setelah berada di fase memiliki idola, selanjutnya seseorang akan masuk ke fase integrasi. Nah, jika fase idola lebih kuat, maka yang muncul adalah sikap memiliki. Dalam kondisi khusus seperti K-Popers, fenomena menganggap idolanya sebagai pasangan hingga rela ribut dengan penggemar lainnya adalah fenomena psikologis yang sering terjadi.

Namun, tidak semua fenomena psikologis menjadi sebuah gangguan. Menurut Asta sendiri, untuk sampai disebut gangguan psikologis itu tidak bisa didiagnosis secara sembarangan. Fenomena itu dikatakan sebagai sebuah gangguan ketika mengganggu fungsi individu seperti sulit tidur, gangguan makan, keengganan untuk merawat diri, hingga kekurangan semangat.

“Dia jadi nggak bisa bedain mana realita, mana yang bukan. Terus itu jadi mengganggu relasi sosialnya. Jadi lebih senang berteman dengan yang nggak nyata daripada yang nyata. Dia nggak bisa ngomong sama keluarganya atau orang-orang di dekatnya,” ucap Asta.

Selain itu, seseorang juga dikatakan terganggu saat terobsesi dan kompulsif. Hal ini harus didiagnosis dengan benar, tetapi salah satu gejalanya adalah terpisah dari dunia nyata. Ia juga melakukan hal di luar batas kemampuannya. Contohnya ketika seseorang memaksakan untuk nonton konser K-Pop padahal harus sampai meminjam uang atau menggunakan PayLater, bahkan bisa tidak makan karena berusaha membeli tiketnya.

Wartawan: Maytiska

Editor: Yazid Fahmi

Share Artikel:
Banner Ads

Post Terkait: